Welcome To My Blog

Rabu, 08 Mei 2013

MAKALAH: KERAPAN SAPI SEBAGAI IKON KEBUDAYAAN MADURA

KERAPAN SAPI SEBAGAI IKON KEBUDAYAAN MADURA

MAKALAH





DISUSUN OLEH:
HENDRA HAIRUL ANWAR
MOH. AFFAN
 FAHRIZAL FAUZI
LAILATUL QOMARIYAH


STAIN PAMEKASAN
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Kerapan Sapi Sebagai Symbol Dan Ikon Kebudayaan Madura”.
Disadari sepenuhnya bahwa penelitian ini dapat disusun berkat bantuan, bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.      Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan secara moril maupun materil;
2.      Ibu anisa sebagai dosen bahasa Indonesia yang telah memberikan arahan tentang pembuatan makalah ini;
3.      H. Salawi, selaku narasumber yang telah berkenan untuk kami wawancarai;
4.      Teman-teman yang telah meberi dukungan kepada kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kelompok kami. Untuk  itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami berharap Semoga karya yang sederhana ini bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya dan semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Wassalaualaikum Wr. Wb.

Pamekasan, 20 November 2012
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah......................................................................... ....... 3
C.     Tujuan................................................................................................... 3
D.    Manfaat................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Landasan Teori..................................................................................... 5
B.     Penelitian Terdahulu........................................................................... 11
C.     Analisis Data...................................................................................... 16
BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN................................................................................. 20
B.     SARAN.............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21
LAMPIRAN.......................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kita mengetahui bahwa Negara Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam budaya. Kebudayaan tersebut kebanyakan telah dilakukan secara turun temurun dari zaman nenek moyang kita. Hal tersebut mengakibatkan banyak generasi muda diantara kita yang belum bahkan tidak mengetahui budaya apa saja yang ada di negara kita.
Budaya-budaya tersebut berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Madura. Kali ini makalah kami akan membahas mengenai karapan sapi di desa Pakong kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan madura, yang belum banyak diketahui orang banyak dikarenakan asal daerahnya yang sedikit terpencil. Padahal pulau madura adalah salah satu pulau di Indonesia yang berpotensi tinggi nilai budayanya.
Madura memiliki kebudayaan yang unik, yaitu perlombaan kerapan sapi. Kerapan sapi adalah warisan budaya para nenek moyang mereka, yang sebagian besar petani. Dikatakan bahwa adanya kerapan sapi itu merupakan hasil gagasan pangeran Katandur alias Syekh Achmad Baidawi, penguasa kerajaan Mandaraga di Madura yang sangat arif dan bijaksana. Ia berupaya memakmurkan rakyat dengan meningkatkan hasil produksi pertanian lewat penggunaan tenaga sapi. Selanjutnya agar cara ini lebih digemari dancepat meluas dikalangan masyarakat, maka sesudah tiap panen diadakan sesuatu perlombaan yang mirip dengan anangghala (membajak). Sapinya dipacu supaya berlari cepat.
Kerapan Sapi adalah sebagai salah satu wujud hasil  budaya yang berupa kesenian yang mana kerapan sapi merupakan salah satu jenis atraksi yang diangkat dari budaya Madura dan bentuk dari budaya tersebut  adalah memeragakan lomba pacuan sapi yang memang khusus untuk dilombakan. Di daerah Madura rata-rata masyarakatnya memang cenderung mengetahui keberadaan kebudayaan tersebut.
Masyarakat Madura mengenal kerapan sapi sebagai sebuah ritual kebudayaan, artinya kebudayaan ini dilaksanakan pada moment tertentu, seperti : acara selamatan Desa, acara selamatan untuk memperingati momen-momen tertentu, ataupun Acara tahunan rutinitas Desa maupun rutinitas sepulau Madura yang memang dilakukan secara berkesinambungan sampai saat ini.
Budaya Karapan Sapi Madura adalah sebuah kebanggaan bagi masyarakat Madura. Kebudayaan ini menjadi ciri khas daerah Madura yang terkenal sampai saat ini. Banyak masyarakat dari daerah lain tertarik dengan budaya ini. Keunikan budaya dari kerapan sapi yaitu pada saat pacuan berlangsung. Tingkat bahaya memang cukup tinggi, namun ketika sapi sudah terpacu menjadi sebuah hal yang dianggap seru dan menarik bagi penontonya. Pemilik sapi kerapan ini memang berasal dari masyarakat asli Madura dan kebudayaan ini masih dipertahankan  sampai sekarang. Dalam beberapa perlombaan yang berkembang di pacuan karapan sapi ini.
Di Madura, sapi merupakan simbol penting dalam kehidupan. Sapi bagi masyarakat Madura memiliki banyak fungsi  dan menguntungkan sehingga dapat menunjang kehidupannya.
Kerapan Sapi yang banyak di minati masyarakat khususnya di Pulau Madura sampai saat ini tidak hanya di Madura saja, tetapi peminat dari kebudayaan ini sudah tersebar di beberapa wilayah Indonesia khususnya di wilayah Jawa Timur. Kebudayaan ini berkembang sangat pesat di daerah Jawa Timur.
karapan sapi adalah satu istilah dalam bahasa Madura yang digunakan untuk menamakan suatu perlombaan pacuan sapi. Kerapan adalah suatu atraksi lomba pacuan khusus bagi binatang sapi.
Dewasa ini pelaksanaan kerapan sapi berkaitan dengan masalah bisnis dan judi. Dalam prakteknya ada pihak-pihak yang sengaja ingin mendapatkan keuntungan sebanyak banyaknya. Para pemilik sapi kerapan sebenarnya juga mencari keuntungan dan melakukan berbagai upaya agar menang , ada yang minta pertolongan kyai tradisional atau pemimpin keagamaan dan ada juga yang mencari nasehat peramal atau dukun untuk menjaga agar kondisi sapi mereka sebaik mungkin. Semua ini dilakukan dengan harapan menang.
Lomba lari sapi untuk kerapan di Madura merupakan hiburan yang menyenangkan. Kadang-kadang ada yang dilengkapi dengan ditampilkannya saronen.
Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini akan dibahas secara rinci agar kita dapat mengetahui tentang karapan sapi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kebudayaan?
2.      Apa saja wujud dan unsur-unsur kebudayaan?
3.      Apa pengertian kerapan sapi?
4.      Bagaimana mitos asal kerapan sapi?
5.      Apa saja jenis kerapan sapi?
6.      Apa saja nilai budaya dalam sapi kerapan?
C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui pengertian kebudayaan;
2.      Untuk mengetahui wujud dan unsur-unsur kebudayaan;
3.      Untuk mengetahui pengertian kerapan sapi;
4.      Untuk mengetahui mitos asal kerapan sapi;
5.      Untuk mengetahui jenis kerapan sapi;
6.      Untuk mengetahui nilai budaya dalam sapi kerapan.
D.    Manfaat
1.      Manfaat Teoritis.
Secara teoritis penelitian ini dapat digunakan atau dimanfaatkan sebagai suatu Tambahan pengetahuan dalam kajian ilmu Sosiologi, khususnya mengkaji tentang sosiologi kebudayaan masyarakat (Budaya Tradisional), penelitian ini akan mengantarkan kajian secara menyeluruh mengenai kerapan sapi.


2.      Manfaat terhadap pembaca
Manfaat dari makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaan pembaca tentang:
a.       pengertian kebudayaan;
b.      wujud dan unsur-unsur kebudayaan;
c.       nilai budaya dalam sapi kerapan.
d.      mitos asal kerapan sapi;
e.       jenis kerapan sapi;
f.       pengertian kerapan sapi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Landasan Teori
1.     1.  Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari bahasa Latin yaitu Colere yang artinya mengolah mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti cultur sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk megolah dan mengubah alam.
Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sansakerta buddhayah, yaitu   bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dari pengertian kata buddhi itulah, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Pendapat lain mengatakan, bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta karsa dan rasa tersebut.
Dari definisi-definisi di atas aka dapat kita tarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.
2.  2.    Wujud Kebudayaan Dan Unsur-Unsurnya
Prof. Dr. Koentjoroningrat menguraikan tentang wujud kebudyaan menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2.      Oval: 5Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Adapun unsur kebudayaan yang bersifat universal yang dapat kita sebut sebagai isi pokok tiap kebudayaan di dunia ini, ialah:
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari misalnya: pakaian perumahan, alat rumah tangga, senjata dan sebagainya.
2.      System mata pencaharian dan system ekonomi. Misalnya: pertanian, peternakan, sistem produksi.
3.      System kemasyarakatan, misalnya: kekerabatan, perkawinan, sistem warisan.
4.      Bahasa sebagai media komunikasi, baik lisan maupun tertulis.
5.      Ilmu pengetahuan.
6.      Kesenian, misalnya seni suara, seni rupa, seni grak.
7.      System religi.
3.   3.   Pengertian Kerapan Sapi
Kerapan sapi atau dalam bahasa Madura keraben sape, dari kata kerab yang erarti membalab, atraksi tradisional berbentuk pacuan sapi yang sangat digemari masyarakat Madura. Sapi yang dilombakan terdiri atas beberapa pasang sapi jantan. Tiap pasan dikendalikan seorang joki yang disebut penompak.
Kerapan sapi merupakan warisan khas budaya Madura yang sudah berlangsung dan berkembang beberapa abad yang lalu. Menurut sejarah atraksi ini telah ada sejak masa pemerintahan Raja Arjawiraja pada abad ke-12 dan 13.
Atraksi yang semula diadakan secara kecil-kecilan dan terbatas ini lalu berkembang meluas kesetiap desa, bahkan kini sampai ketingkat kabupaten. Peraturan dan persyaratannya pun semakin ketat, yaitu:
1.         Pasangan sapi yang dilombakan harus sapi jantan, sehat, dan asli dari Madura;
2.         Usia sapi antara 3-7 tahun;
3.         Berat badan sekitar 200 kilogram;
4.         Tingginya sekitar 120 sentimeter.
Arena perlombaannya tidak lagi di pematang sawah, tetapi di lapangan olah raga, dengan jarak pacu sekitar 40 x 120-140 meter.
Adu balap sapi ini telah lama mendapat perhatian dari pemerintah, terbukti dengan diadakan perlombaan tahunan tingkat kabupaten untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden Republik Indonesia yang biasanya berlangsung di Stadion Pamekasan. Untuk dapat mengikuti Kerapan Sapi Piala Presiden ini, sapi ikerapan itu harus terlebih dahulu memenangkan perlombaan tingkat kecamatan.
4.   4.   Mitos Asal Kerapan Sapi
Asal usul kerapan sapi juga ada beberapa versi. Versi pertama mengatakan bahwa kerapan sapi telah ada sejak abad ke-14. Waktu itu kerapan sapi digunakan untuk menyebarkan agama Islam oleh seorang kyai yang bernama Pratanu. Versi yang lain lagi mengatakan bahwa kerapan sapi diciptakan oleh Adi Poday, yaitu anak Panembahan Wlingi yang berkuasa di daerah Sapudi pada abad ke-14. Adi Poday yang lama mengembara di Madura membawa pengalamannya di bidang pertanian ke Pulau Sapudi, sehingga pertanian di pulau itu menjadi maju. Salah satu teknik untuk mempercepat penggarapan lahan pertanian yang diajarkan oleh Adi Polay adalah dengan menggunakan sapi. Lama-kelamaan, karena banyaknya para petani yang menggunakan tenaga sapi untuk menggarap sawahnya secara bersamaan, maka timbullah niat mereka untuk saling berlomba dalam menyelesaikannya. Dan, akhirnya perlombaan untuk menggarap sawah itu menjadi semacam olahraga lomba adu cepat yang disebut kerapan sapi.
Lomba adu lari atau kerapan sapi merupakan budaya asli dan symbol orang Madura. Kerapan sapi merupakan ciri khas yang idak terdapat di daerah lain, pada mulanya kerapan diadakan tiap tahun, setelah panen. Kerapan sapi berkaitan erat denganpertanian, terutama dengan cara pengolahan tanah yang menggunakan sepasang sapi.
Menurut mitos asalnya, cara ini pada mulanya diperkenalkan oleh Syekh Achmad Baidawi. Menurut crita, beliau diutus ke Madura oleh Sunan Kudus untuk menyampaikan dan menyebarluaskan agama islam. Sebelum berngkat, selain ilmu tentang agama islam beliau diberi bekal dua tongkol (janggel) jagung. Di Madura ia tidak langsung melakukan dakwah, melainkan terlebih dahulu ia memperkenalkan cara menanam jagung. Begitu ditanam pada pagi hari, waktu esok langsung bias dipanen. Melihat kejadian itu banyak orang tertarik dan ingin belajar menanam jagung.
Pada waktu mengajarkan cara menanam jagung, Syekh Achmad sekaligus mengajarkan dasar-dasar agama islam. Dengan cara itu makin lama banyak pengikutnya. Karena misinya sudah cukup berhasil, pada suatu waktu beliau dipanggil oleh sunan kudus untuk melaporkan hasil dakwahnya di Madura. Setelah menghadap beliau dituagaskan menetap di Madura untuk melanjutkan misinya.
Setelah kembali ke Madura bercocok tanam jagung semakin meluas dan digemari oleh masyarakat . oleh karena itu, mengolah tanah dengan tenaga manusia kemudian dipandang kurang efektif lalu timbul gagasan menggunakan tenaga sapi. Cara ini, yang sekarang dikenal dengan istilah nangghala (bajak).
Menurut cerita, gagasan Sekh Achmad Baidawi menggunakan tenaga sapi ini secara langsung dapat dapat memberikan rangsangan bagi orang Madura dalam berternak sapi, supaya lebih dikenal dan cepat meluas, maka setiap tahun setelah musim panen diadakan tasyakuran, menyelenggarakan lomba adu lari sapi di tegalan, maka semakin populerlah usaha pemeliharaan sapi  di Madura.
5.      5..Jenis Kerapan Sapi
Terdapat beberapa jenis kerapan sapi yang ada di Madura seperti:
a.       Kerapan adat atau kerapan nazar
Kerapan sapi semacam ini diselenggarakan atas dasar nazar seseorang apabila sesuatu yang dicitakan tercapai. Ia menunaikan nazarnya dengan menggelar kerapan sapi. Pengikut kerapan sapi ini terbatas pada yang di undang saja. Biasanya kerapan ii bersifat pertunjukan saja, hanya terdiri atas empat sampai delapan pasang sapi. Dalam kerapan ini tidak terdapat pemenang secara resmi.
b.      Kerapan pesanan
Kerapan pesanan termasuk kerapan non-formal. Kerapan ini tidak berdasarkan jadwal tertentu dan tidak bersifat slektif, tetapi diadakan berdasarkan pesanan, biasanya untuk menyambut wisatawan yang dating ke Madura.
Dalam kerapan pesanan biasanya hanya delapan pasang sapi yang dikerap. Pasangan sapi tersebut berasal dari sekitar kota yang di pilih berdasarkan tunjukan daripemerintah setempat.
c.       Kerapan insidental
Kerapan sapi insidental diadakun tanpa jadwal tertentu dan penyelenggaranya oleh panitia khusus yang dibentuk oleh penyelenggara atau yan menyediakan piala, biasanya dari pihak kepolisian.piala yang disediakan berupa piala Kapolres Cup dan Kapolda Cup. Kapolres Cup biasanya dilaksanakan di kota kabupaten. Para peserta berasal dari daerah yang ewakili wilayah sektor kepolisian di tingkat kecamatan. Selanjutnya, Kapolda Cup biasanya diadakan di paekasan, sebagai kota pembantu gurbenur. Para peserta mewakili wilayah kepolisian resort di tingkat kabupaten dan biasanya hanya terdiri atas enam pasang sapi.
d.      Kerapan besar
Kerapan besar merupakn lomba yang palin bergengsi dibandingkan kerapa yang lain karena penonton bukan hanya dari pulau Madura saja tapi juga dari kota-kota dari luar pulau Madura. Hadiah cukup besar, baik yang disediakan oleh panitia maupun sponsor. Kerapan ini biasanya merebutkan Presiden Cup yang diselenggarakan di kabupaten pamekasan.
Kerapan ini dilaksanakan setiap tahun dibulan agustus, berdasarkan jadwal yang ditentukan oleh panitia. Sapi- sapi yang mengikuti lomba ini harus diseleksi mulai tingkat distrik (pembantu bupati), tingkat kabupaten, dan tingkat karesidenan (pembantu gubernur).
Ukuran lapangan ditentukan oleh pemerintah. Untk tingkat distrik ukurannya adalah 110 x 40 meter, pada tingkat kabupaten ukurannya 120 x 40 meter, sedangkan untuk tingkat pembantu gurbenur 130x 40 meter.
6.    6.  Nilai Budaya
Permainan kerapan sapi jika dicermati secara mendalam mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai itu adalah: kerja keras, kerja sama, persaingan, ketertiban dan sportivitas.
Nilai kerja keras tercermin dalam proses pelatihan sapi, sehingga menjadi seekor sapi pacuan yang mengagumkan (kuat dan tangkas). Untuk menjadikan seekor sapi seperti itu tentunya diperlukan kesabaran, ketekunan dan kerja keras. Tanpa itu mustahil seekor sapi aduan dapat menunjukkan kehebatannya di arena kerapan sapi.
Nilai kerja sama tercermin dalam proses permainan itu sendiri. Permainan kerapan sapi, sebagaimana telah disinggung pada bagian atas, adalah suatu kegiatan yang melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak itu satu dengan lainnya saling membutuhkan. Untuk itu, diperlukan kerja sama sesuai dengan kedudukan dan peranan masing-masing. Tanpa itu mustahil permainan kerapan sapi dapat terselenggara dengan baik.
Nilai persaingan tercermin dalam arena kerapan sapi. Persaingan menurut Koentjaraningrat(2003: 187) adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk melebihi usaha orang lain dalam masyarakat. Dalam konteks ini para peserta permainan kerapan sapi berusaha sedemikian rupa agar sapi aduannya dapat berlari cepat dan mengalahkan sapi pacuan lawan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, masing-masing berusaha agar sapinya dapat melakukan hal itu sebaik-baiknya. Jadi, antarpeserta bersaing dalam hal ini.
Nilai ketertiban tercermin dalam proses permainan kerapan sapi itu sendiri. Permainan apa saja, termasuk kerapan sapi, ketertiban selalu diperlukan. Ketertiban ini tidak hanya ditunjukkan oleh para peserta, tetapi juga penonton yang mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat. Dengan sabar para peserta menunggu giliran sapi-sapi pacuannya untuk diperlagakan. Sementara, penonton juga mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Mereka tidak membuat keonaran atau perbuatan-perbuatan yang pada gilirannya dapat mengganggu atau menggagalkan jalannya permainan.
Dan, nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.
B.     Penelitian Terdahulu
Dalam sub bab penelitian terdahulu ini kami mengambil hasil penelitian dari Tracy Rowe yang berjudul Kerapan Sapi di Madura: Pengaruh motivasi pemilik sapi pada perubahan-perubahan sosio-budaya dalam kerapan sapi. Yang isinya sebagai berikut:
1.      1.  Pertandingan sapi
Pada akhir musim hujan orang Madura mulai melatih sapi kerapnya setiap minggu. Kebanyakannya mengantar sapinya ke stadiun di ibu kota, supaya bisa dilatih bersama-sama dengan sapi kerap lain. Sapi kerap diternakkan khususnya untuk pacuan, dan dipelihara dengan sangat baik. Pada umumnya, ada dua macam pacuan sapi di Madura. Yang paling terkenal adalah pacuan tahunan besar yang diorganisasikan oleh pemerintah Madura. Pacuan ini terbuka untuk semua pemilik sapi yang ingin mengikuti. Pertandingan mulai pada bulan Juli, dan setiap minggu pada suatu tempat, bisa menonton kerapan sapi. Pertandingan tersebut memuncak dengan pertandingan terakhir, yaitu Piala Presiden, pada bulan Oktober.
Sistem tarikan yang dipakai dalam kerapan sapi berarti ada enam pemenang dari setiap pertandingan yang akan maju ke tingkat kabupaten berikutnya. Ada 4 kabupaten di Madura dan pertandingan untuk tingkat kabupaten diadakan di ibu kota masing-masing. Pasangan sapi bertanding untuk hadiah-hadiah utama bersama dengan prestise yang terkait dengan menjadi pemilik sapi yang menang kerapan sapi besar tersebut. Semacam pacuan sapi lain tidak terbukaKerapan Sapi di Madura untuk pemilik sapi sembarangan, cuman untuk orang yang sudah diundangkan. Pertandingan begitu diadakan kapan saja ada kebutuhan untuk merayakan sesuatu. Kerapan sapi undangan juga termasuk perayaan tahunan dari organisasi tertentu, misalnya Polisi. Pemenang   diberikan piala.
Sepanjang hari peristiwa kerapan sapi, banyak pacuan diadakan. Pacuan sapi sangat cepat, dan memang sangat menyenangkan. Panjangnya lapangan kerapan adalah 120m, dan dibatasi banyak pendukung yang semuanya berteriak-teriak dan bersorok. Cuman 10 detik lewat sampai sapi mencapai garis finis, si menang ditentukan karena kakinya menyeberang garis finis dulu.
Biasanya dua pasangan sapi saling bertanding. Ada 4-5 ronde dalam satu pertandingan, tergantung pada jumlah pasangan sapi yang mengikuti. Setiap pasangan lari sekurang-kurangnya dua kali dalam pertandingan. Kerapan sapi Madura berdasarkan pada sistem gugur. Setelah ronde pertama, tarikan dibagikan menjadi dua golongan: golongan atas dan golongan bawah. Ada dua pacuan terakhir dan pada akhir peristiwa kerapan sapi ada 6 pasangan sapi yang diumumkan sebagai si menang.
2.     2.  Perubahan dalam kerapan sapi
Dari penelitian ini bisa dilihat bahwa beberapa perubahan sudah terjadi dalam kerapan sapi sejak awalnya. Sapi tidak lagi merupakan sapi yang dipakai oleh petani untuk membajak tanah. Resim dan makanan khusus yang dibangunkan oleh masing-masing pemliki dan disesuaikan untuk masing-masing pasangan sapi membutuhkan lebih banyak uang dari pada dulu. Oleh karena hargaperawatan sapi dan inflasi, olahraga ini masa kini makin mahal Sekarang sapi dipelihara dandilatih supaya menang, padahal dulu tujuan pacuan adalah membangunkan sapi. Sekarang harga pasangan sapi yang menang langsung naik.
Selama 2 minggu sebelum kerapan sapi, harga perawatan sehari-hari naik. Biasanya selamamusim kerapan kalau sapinya tidak akan diadukan, suatu pasangan besar makan kira-kira 100 telursetiap malam. 2minggu sebelum kerapan jumlah telur ditambah sampai 2-300 setiap malam. Telur dicampur dengan macam-macam, misalnya kopi pahit, sprite, dan campuran jamu yang rahasia,terus diberikan pada sapinya. Selain makanan khusus dan jamu, sapi juga diberikan rumput. Rumput itu dicari oleh perawat sendiri setiap hari, atau dibeli dari orang lain. Pemilik sapi hams menginvestasikan banyak waktu untuk perawatannya. Sapi terus-menurus dipelihara – dimandikan dan diberikan makan pada pagi hari dan pada malam hari. Kandangnya dibersihkan terus-menerus sepanjang hari. Sapi dilatih sekali seminggu di stadium, tetapi ada pemliki sapi yang melatih sapinya secara ringan setiap hari. Sapi juga dipijat setiap 3 atau 4 hari.
3.     3.  Keuntungan dari kerapan sapi
Karena ada banyak harga untuk perawatan dan latihan sapi kerap, mesti ada cara yang dipakai oleh pemilik sapi, khusunya yang tidak begitu kaya, untuk mendukung keluarganya bersama-sama dengan sapinya. Pemilik sapi yang dikenal saya tidak mengakui bahwa bagi mereka sendiri, tidak ada motivasi komersial dalam keikutsertaan dalam kerapan sapi. Namun, semuanya menyetujui bahwa ada orang yang mengikuti kerapan sapi supaya bisa beruntung. Jadi, bagaimana orang Madura beruntung dari kerapan sapi? Ada beberapa cara yang dipakai oleh baik pemilik sapi maupun penonton.
Nenek-moyang orang Madura pernah memakai sistem lottere supaya bisa menentukan nomor sapi dan posisinya untuk pacuan, tetapi sekarang sistem lelang sudah mengganti system dahuluan. Pemilik sapi yang terkenal sering diberikan kesempatan untuk memilih nomor dan posisi di lapangan yang diinginkannya, yang lebih sesuai dengan kondisi sapinya, sebelum pemilik lain. Yang lain harus menawar untuk nomor dan sebelah lapangan yang cocok dengan sapinya.
Pemilik sapi yang tidak menang di tingkat kewedanan masih ada kesempatan untuk maju ke tingkat kabupaten. Mereka bisa membeli nomor dari pemilik sapi lain, karena pemilik sapi bias mengikuti setiap kerapan sapi tingkat kewedanan kalau mau. Oleh karena itu, waktu satu pasangan sapi menang di tiga kewedanan, pemiliknya bisa menjual 2 nomor, atau posisi di tingkat kabupaten kepada pemilik sapi lain. Masalahnya adalah bukan semua orang yang mampu beli nomor, jadi sulit untuk pemilik sapi baru atau miskin maju ke tingkat lebih tinggi.
Ada beberapa cara yang dipakai supaya beruntung dari penyelewengan pacuan dan penyuapan oleh penjudi. Kadang-kadang joki dibujuk penjudi sampai akan mengakibatkan sapinyaKerapan Sapi di Madura kalah dengan sengaja, supaya penjudi akan menang taruhannya. Salah satu cara penyelewengan lain adalah menyuap anggota juri. Kadang-kadang pemilik sapi akan membantah hasil pacuan, walaupun camera menunjukkan sebetulnya mereka kalah, karena ada perjudian dengan orang lain.
Hampir semua pemilik sapi pernah pakai dukun, dan banyak pemilik sapi berkonsultasi dengan dukun sebelum setiap peristiwa kerapan sapi. Mereka melakukan ini agar memastikan keselamatan sapi dan jokinya, agar sapinya tidak akan jatuh atau belok selama pacuan. Tentu saja pemilik juga berkonsultasi sama dukun untuk kemenangan. Katanya ada yang pakai dukun untuk mengakibatkan lawannya gagal.

4.    4.  Alasan orang Madura menjadi pemilik sapi
Jadi, mengapa orang Madura menjadi pemilik sapi? Kalau memang merupakan investasi yang berisiko, dan pemilik sudah sadar bahwa ada kemungkinan akan berugi, mengapa mengikuti olah raga ini? Hampir semua orang yang bicara sama saya mengatakan bahwa kerapan sapi terutama merupakan hobi, dan orang Madura mengikuti untuk kesenangan.
Selain kesenangan, orang Madura menjadi pemilik sapi supaya bisa mencoba meningkatkan statusnya dalam masyarakat. Karena memiliki sapi, walaupun tidak mampu, pemilik sapi mengumumkan investasinya dan tangung jawabnya pada tradisi Madura. Selanjutnya, kemenangan dan keterkenalan menimbulkan undangan untuk kerapan lain yang diadakan selama tahun, di mana pemilik sapi sempat meningkatkan statusnya dan nilai sapinya lagi.
5.      5. Kesimpulan
Kerapan sapi adalah salah satu olahraga yang unik di Madura. Terutama ada dua macam pacuan: yaitu pacuan terbuka dan pacuan undangan. Walaupun ada banyak kesamaan antara peristiwa masa kini dan yang diadakan pada zaman nenek-moyang, kerapan sapi sudah berubah sedikit. Menurut laporan ini perubahan ini ditimbulkan karena ada keinginan untuk gengsi.Kerapan Sapi di Madura.
Laporan ini mengusulkan bahwa kenaikan harga perawatan sapi dan biaya pacuan diakibatkan karena pemilik-pemilik sapi berusaha menjadi pemilik pasangan sapi yang paling baik. Kebanyakan orang mengatakan bahwa mengikuti kerapan sapi karena kesenangan. Tetapi kenyataannya adalah tidak mungkin mengikuti kegiatan yang begitu mahal kalau tidak ada cukup uang untuk olahraga ini yang sangat mahal. Selanjutnya, sapi yang menang begitu sangat diinginkan jadi nilainya lebih tinggi lagi.
Pencarian prestise sudah begitu penting dan mengakibatkan olahraga ini menjadi perusuhaan komersial bagi beberapa orang, selain merupakan tradisi yang kebanggaan masyarakat Madura. Perusahaan termasuk beruntung dari penjualan sapi yang sangat dinilai, pembelian dan penjualan nomor, perjudian, penyelewengan, penyuapan dan pemakaian dukun. Kegiatan-kegiatan ini bisa menurunkan sikap sportif dan kesenangan kerapan sapi. Syukurlah, kebiasaan kegiatan tersebut belum begitu luas, jadi belum bisa mempengaruhi kepentingan kerapan sapi bagi kebanyakan masyarakat Madura. Walaupun peningkatan statusnya adalah aWbat yang bagus, banyak pemilik sapi, dan kebanyakan masyarakat juga, masih memfokuskan pada kebutuhan untuk melestarikantradisi unik ini.
C.    Analisis Data
1.     1.  Kerapan sapi di desa pakong.
Terlepas dari Madura yang terkenal akan caroknya, Madura juga sangat kaya akan budaya salah satunya adalah kerapan sapi (gambar 1), kerapan sapi adalah kebudayaan asli Madura yang sudah mendarah daging di masyarakat Madura. Bisa dikatakan kerapan sapi adalah simbol atau ikon pulau Madura. Jadi kita sebagai pemuda penerus bangsa sudah selayaknya menjagadan melestarikan kebuadayaan ini agar tidak hilang begitu saja.
Penelitian kali ini kami mengangkat tema tentang kerapan sapi di desa Pakong sebagai ikon  dan symbol kebudayaan Madura, dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang kerapan sapi.
Penelitian ini bertempat di desa Pakong kecammatan pademawu, kerapan sapi di desa Pakong ini berlangsung sangat seru selama dua hari, yaitu hari sabtu dan minggu.
Banyaknya sapi yang mengikuti kerapan sapi ini berjumlah sekitar 50 pasang sapi yang bersal dari berbagai daerah di pamekasan. Perlobaan kali ini akan merebutkan hadiah utama berupa seekor sapi.
Tidak hanya sebagai tontonan yang menghibur, kerapan sapi juga dimanfaatkan untuk mengais rezeki oleh masyarakat sekitar, seperti berjualan makanan dan sebagainya (gambar 2).
Dalam kerapan sapi ini kerjasama tim sangat di butuhkan seperti untuk memastikan posisi sapi yang tepat, kakinya disiapkan untuk start yang baik, dan memegang sapi dalam posisi itu sampai lawannya sudah siap dan pertandingan dimulai (gambar 3), setelah kedua pasangan sapi siap, pemulai pacuan menaikkan bendera merah untuk memulaikan pacuan (gambar 4). Pasangan sapi dilepaskan dengan sorokan dari pemulai, angotta tim ini berlari di belakang pasangan sapi setelah pasangan sapi dilepaskan dari garis start, sampai sepertiga lapangan (gambar 5). Orang tersebut berlari sambil berteriak-teriak dan menggerakkan kaleng dan botol yang berisi batu, atau apa saja yang akan menakutkan sapi supaya berlari secepat-cepatnya (gambar 6).
Aparat keamanan juga dibutuhkan dalam perlombaan kerapan sapi ini yaitu untuk menjaga keamana dan ketertiban jalannya perlombaan (gambar 7).
2.      2. Sistem perlombaan kerapan sapi
Sapi yang diadu adalah sepasang sapi jantan, Pasangan sapi tersebut diikatkan pada sebuah keleles (sebuah alat terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai tempat berdirinya tokang tongko’ atau joki) (gambar 8). Pasangan sapi itu berlari sepanjang jarak yang ditentukan. Yang paling awal sampai kegaris akhir yang dianggap menang.
Sebelum kerapan sapi ini dimulai maka dilakukan pemanasan terhadap sapi terlbih dahulu yaitu dengan membawa sapi mengelilingi lapangan (gambar 9)
Sistem perlombaan kerapan sapi ini terdiri dari beberapa babak, yaitu sapi di kelompokkan menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari dua sampai tiga pasang sapi, kemudian setiap kelompok diadu untuk mencari pasangan sapi yang paling cepat, setelah itu kelompok berikutnya diadu dan mencari pasangan sapi yang paling cepat begitu juga seterusnya. Setelah semua kelompok selesai diadu kemudian pasangan sapi yang menang dari setiap kelompok digabung menjadi satu regu yaitu regu menang dan begitu pula pasangan sapi yang kalah digabung menjadi satu regu yaitu regu kalah.
Setelah itu regu pemenang dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari dua hingga tiga pasang sapi kemudian setiap kelompok tersebut diadu lagi hingga tersisa tiga pasang sapi, setelah itu ketiga pasang sapi tersebut diadu untuk merebutkan juara pertama hingga ketiga.
Begitu pula untuk regu kalah diadu hingga tersisa tiga pasang sapi untuk diadu lagi hingga terpilih juara satu hingga juara tiga.
3.      3. Perawatan sapi kerapan
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perawatan sapi kerapan kami menemui salah satu nara sumber yaitu pemilik sapi kerapan yang bernama H.Salawi, beliau menceritakan kepada kami bagaimana cara merawat sapi kerapan, ternyata cara perawatan sapi biasa dengan sapi kerapan sangat berbeda misalnya jika sapi kerapan dimandiin dua kali sehari lain halnya dengan sapi biasa, sapi biasa tidak ada jadwal khusus untuk memandikannya, selain itu sapi kerapan juga harus rutin diberi jamu agar sapi-sapi tersebut bisa kuat dan sehat saat mengikuti perlombaan.
H.Salawi juga menambahkan bahwa kebersihan sapi sangat penting misalnya kuku sapi atau dalam bahasa Madura disebut kokot  itu harus benar-benar dijaga, karena itu mempengaruhi kecepatan lari sapi tersebut, selain itu tanduk sapi juga harus dijaga kebersihannya. Sapi juga harus dikeluarkan setiap pagi dari kandangnya untuk dijemur agar sapi tetap sehat, selain itu sapi juga harus diuji coba setiap seminggu sekali untuk melatih otot sapi tersebut agar tidak kaku.
H.Salawi juga menjelaskan alasan beliau suka terhadap kerapan sapi, yaitu karena selain ingin memenangkan hadiah  utama, beliau juga merasa senang, menurutnya ada kepuasan tersendiri dengan mengikuti perlombaan sapi selain itu juga untuk melestarikan kebudayaan Madura agar tidak tergerus oleh zaman.
4.     4.  Dampak positif dan negatif dari kerapan sapi
a.       Dampak positif
Kerapan sapi mempunyai dapak positif hususnya bagi warga sekitar, selain sebagai hiburan gratis, kerapan sapi juga dapat mempererat silaturahmi dan menanamkan nilai kerja keras, kerja sama (gambar 10), persaingan (gambar 11), ketertiban dan sportivitas antara pemilik sapi. Selain itu dengan diadakannya kerapan sapi di desa Pakong juga dapat melestarikan kebudayaan madura, dan sebagai lahan mencari rezeki untuk masyarakat sekitar.
b.      Dampak negatif
Selain dampak positif kerapan sapi juga mempunyai dampak negatif diantaranya menimbulkan perselisisihan antara pemilik sapi jika sapi mereka kalah. Dalam kerapan sapi juga terdapat suatu penyiksaan yang dilakukan terhadap sapi, kadang-kadang seluruh badan sapi di olesi dengan air jahe, matanya diberi balsem pada waktu dikerap. Pantatnya dicambuk dengan cambuk berpaku hingga terluka (gambar 12). Sehingga sapi-sapi tersebut lari dengan cepat. Selain itu kerapan sapi juga digunakan sebagai ajang perjudian oleh beberapa pihak.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.
2.               Wujud kebudayaan yaitu Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya; Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat; Sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Unsur-unsur kebudayaan yaitu Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari, System mata pencaharian dan system ekonomi, System kemasyarakatan, Bahasa sebagai media komunikasi, Ilmu pengetahuan, Kesenian, dan System religi.
3.      Kerapan sapi adalah atraksi tradisional berbentuk pacuan sapi.
4.      Asal usul kerapan sapi juga ada beberapa versi. Versi pertama mengatakan bahwa kerapan sapi telah ada sejak abad ke-14.Versi yang lain lagi mengatakan bahwa kerapan sapi diciptakan oleh Adi Poday,
5.      Kerapan sapi ada empat yaitu,  kerapan adat atau kerapan nazar, kerapan pesanan, kerapan insidental, dan kerapan besar.
6.      Ada beberapa nilai budaya yang dapat kita abil dala kerapan sapi yaitu, nilai kerja keras, nilai kerja sama, nilai persaingan, nilai ketertiban, dan nilai sportivitas.
B.     Saran
Kita sebagai pemuda penerus bangsa harus menjaga kebudayaan madura, khususnya kerapan sapi, sehingga kebudayaan tersebut tetap ada dan menjadi warisan untuk anak cucu kita kelak.
Oval: 20Dan kepada pemerintah agar lebih tegas menetapkan peraturan dalam kerapan sapi, seperti melarang penyiksaan terhadap sapi yang sedang berlomba, agar kerapan di Madura tidak mengandung kekerasan, yang bisa dinikmati semua kalangan.
DAFTAR PUSTAKA
1.        “Budaya”. Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1997. Vol.III. Hal.495-499.
2.        “Kerapan Sapi”. Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1997. Vol.VIII. Hal.400.
3.        Prasetya, Tri, Joko (2004). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
4.        Rowe, Tracy (2001). Kerapan Sapi di Madura: Pengaruh motivasi pemilik sapi pada perubahan-perubahan sosio-budaya dalam kerapan sapi. From http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field topics/rowe.pdf, 31 oktober 2012.
5.        Soegianto (2003). Kepercayaan Magi, Dan Tradisi Dalam Masyarakat Madura. Jember: 2003
   
LAMPIRAN

Gambar 1: kerapan sapi di desa pakong,pademawu.

    
 
               
Gambar 2: masyarakat sekitar yang 
                  sedang berjualan

.Gambar 3tim yang memegang sapi                      
                  sebelum memulai pacuan.

Gambar 4: pemulai pacuan akan menaikkan bendera merah.


Gambar 5: orang yang berlari di belakang sapi

Gambar 6: orang yang berteriak dibelakang sapi.

Gambar 8:  sepasang sapi yang telah         diikatkan pada keleles.

Gambar 7: aparat keamanan yang

                  sedang bertugas

 




















Gambar 9: pemanasan sebelum kerapan sapi dimulai.
     



Gambar 10: kerja sama tim dalam    
                   kerapan sapi.    


             Gambar 11: persaingan dalam kerapan sapi
 























Gambar 12: pantat sapi yang terluka.